Jumat, 10 Februari 2012

ISTILAH-ISTILAH GANGGUAN JIWA

ISTILAH-ISTILAH GANGGUAN JIWA

A. STATUS MENTAL

1. Aktivitas motorik :

  • Agitasi : Gerakan motorik yang menunjukkan kegelisahan.
  • Tik : Gerakan-gerakan kecil pada otot muka yang tidak terkontrol.
  • Grimasen : Gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak dapat dikontrol klien.
  • Tremor : Jari-jari yang tampak gemetar ketika klien menjulurkan tangan dan merentangkan jari-jari.
  • Kompulsif : Kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan seperti berulangkali mencuci tangan, mencuci muka, mandi, mengeringkan tangan dsb.

2. Alam Perasaan
  •  Sedih : Perasaan sedih
  • Gembira : Perasaan gembira atau senang.
  • Ketakutan : Takut terhadap sesuatu dan objeknya yang ditakuti sudah jelas.
  • Khawatir : Objeknya belum jelas.
3. Afek dan Emosi
  • Afek : Nada atau perasaan menyenangkan atau tidak yang menyertai suatu pikiran dan biasanya berlangsung lama serta kurang disertai komponen fisiologik.
  • Emosi : Manifestasi afek keluar dan disertai banyak komponen fisiologik.
  • Depresi : Komponen psikologik misalnya sedih, rasa tidak berguna, susah, gagal, kehilangan,dll. Dan komponen somatic misalnya anorexia, konstipasi, lembab,dll.
  • Eforia : Rasa riang, gembira berlebihan, tidak sesuai keadaan.
  • Anbedonia : Ketidakmampuan merasakan kesenangan, tidak timbul perasaan senang dengan aktivitas yang biasanya menyenangkan.
  • Datar : Tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan.
  • Tumpul : Hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang kuat.
  • Labil : Emosi yang cepat berubah-ubah.
4. Tidak sesuai : Emosi yang idak sesuai atau bertentangan dengan stimulus yang ada.

5. Interaksi selama wawancara
  • Kontak mata kurang : Tidak mau menatap lawan bicara.
  • Defensif : Selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya.
  • Curiga : Menunjukkan sikap/perasaan tidak percaya pada orang lain.
A. GANGGUAN PERSEPSI
  1. Halusinasi adalah Kesalahan persepsi tentang sesuatu yang tidak ada objeknya.
          Jenis-jenis Halusinasi :
  • Halusinasi Penglihatan
Pengertian :
Dikatakteristikkan dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometric, gambar kartun dan atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
  • Halusinasi Pendengaran
Pengertian :
Dikarakteristikkan dengan mendengar suara, terutama suara-suara orang, biasanya klien mendengan suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
  • Halusinasi Penciuman
Pengertian :
Dikarakteristikkan dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti darah, urine, atau feces. Kadang-kadang tercium bau harum. Biasanya berhubungan dengan penyakit stroke, tumor, kejang dan dementia.
  • Halusinasi Pengecap
Pengertian :
Dikarakteristikkan dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan
  • Halusinasi Peraba
Pengertian :
Mengalami nyeri atau ketidajnyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Dikarakteristikkan dengan adanya rasa sakit atau tidak enak. Contoh merasakan sensasi listrik dating dari tanah, benda mati atau orang lain.
  • Halusinasi Kinestetik
Pengertian : Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
  •  Halusinasi Viseral
Pengertian : Halusinasi alat tubuh bagian dalam yang seolah-olah ada perasaan tertentu yang timbul di tubuh bagian dalam misalnya lambung seperti ditusuk-tusuk jarum.
  • Halusinasi Hipnagogik
Pengertian :
Persepsi sensorik bekerja yang salah terdapat pada orang normal, terjadi tepat sebelum bangun tidur (menjelang masuk tidur).
  •  Halusinasi Hipnopompik
Pengertian : Halusinasi yang terjadi menjelang bangun tidur. Disamping itu ada pula pengalaman halusinatorik dalam impian yang normal.
  • Halusinasi Histerik
Pengertian :
Halusinasi yang timbul pada neurosis histerik karena konflik emosi.
    2.  I l u s i
Pengertian :
Sebuah kondisi yang mempersepsikan berbeda terhadap sebuah objek, misalnya menyaksikan permainan sulap, kita sedang mengalami ilusi. Dimana hal tersebut merupakan suatu persepsi yang salah/interpretasi terhadap stimulus eksternal yang nyata.
    3.  Depersonalisas
Pengertian :
Merupakan suatu persepsi subjektif bahwa orang-orang disekitarnya berubah asing atau aneh. Ditandai dengan perasaan terpisah yang lama atau berulang dari tubuh atau proses mental seseorang dan oleh perasaan di luar peninjau pada kehidupan seseorang.
Gejalanya adalah perasaan gelisah dan depresi, seringkali terjadi setelah seseorang mengalami bahaya yang mengancam jiwa, seperti kecelakaan, bencana, penyerangan, dll.
    4.   Derealisasi
Pengertian : Persepsi subjektif bahwa lingkungan berubah aneh/tidak nyata.
 Depersonalisasi dan derealisasi dimana penderita mengalami perasaan tidak nyata, merasa terpisah dari diri sendiri baik secara fisik maupun mental. Penderita merasa seperti mengamati dirinya sendiri, seolah olah mereka sedang menonton diri mereka dalam sebuah film, penderita tidak merasa mendiami tubuh mereka sendiri dan menganggap dirinya sebagai orang asing atau tidak nyata.
B. GANGGUAN BERPIKIR

1. Proses Pikir
  • Sirkumstansial : Pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada tujuan pembicaraan.
  • Tangensial : Pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai tujuan.
  • Asosiasi Longgar : Pembicaraan tidak ada hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya, dan klien tidak menyadarinya.
  • Flight of Ideas : Pembicaraan yang meloncat dari satu topic ke topic lainnya,masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada tujuan.
  • Bloking : Pembicaraaan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan eksternal kemudian dilanjutkan kembali.
  • Perseverasi : Pembicaraan yang diulang berkali-kali.
  • Inkoherensi : Gangguan dalam bentuk bicara, sehingga satu kalimatpun sulit ditangkap maknanya.
  • Neologisme : Bentuk kata baru yang sulit dipahami maknanya.
  • Irrelevansi : Isi pikiran/jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan.
  • Verbigerasi : Pengulangan kata tanpa tujuan.
2.Bentuk Pikir
  • Dereistik : Titik berat pada tidak adanya sangkut paut terjadi antara proses mental individu dan pengalaman yang sedang terjadi.
  • Otistik : Hidup dalam alam pikiran sendiri.
  • Non Realistik : Sama sekali tidak berdasar pada kenyataan.
3. Isi Pikir
  • Obsesi : Pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha menghilangkannya.
  • Phobia : Ketakutan yang patologis/tidak logis terhadap objek/situasi tertentu.
  • Hipokondria : Keyakinan terhadap adanya gangguan organ dalam tubuh yang sebenarnya tidak ada.
  • Depersonalisasi : Perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri, orang atau lingkungan.
  • Ide yang terkait : Keyakinan klien terhadap kejadian yang terjadi, lingkungan yang bermakna dan terkait pada irinya.
  • Pikiran Magis : Keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan hal-hal yang mustahil/diluar kemampuannya.
  • Logoria : Banyak bicara, kata-kata yang dikeluarkan bertubi-tubi, mungkin koheren dan inkoheren.
  • Kecepatan Bicara : Mengutarakan pikiran mungkin cepat/lambat sekali.
  • Preokupasi : Pikiran terpaku pada sebuah ide saja, yang berhubungan dengan keadaan yang bernada emosional yang kuat
  • Pikiran tidak : Pikiran eksentrik, tidak cocok dengan banyak hal terutama dalam
Memadai(inadekuat) pergaulan dan pekerjaan.
  • Pikiran bunuh diri : Mulai dari kadang memikirkan sampai terus menerus memikirkan bagaimana cara bunuh diri
  • Kegembiraan Luar : Timbul mengambang pada orang normal selama fase permulaan narkose.
  • Fantasi : Isi pikir tentang kejadian/keadaan yang diharapkan/diinginkan, tetapi dikenal sebagai tidak nyata.
  • Pikiran hubungan : Pembicaraan orang lain dihubungkan dengan dirinya, misalnya teman pakai baju merah dianggap marah pada dirinya.
  • Pikiran Isolasi : Rasa terisolasi, tersekat, terpencil, rasa ditolak social.
  • Pikiran rendah diri : Merendahkan, menyalahkan dirinya.
  • Waham :
Agama : Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan secara berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Somatik : Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya dan dikatakan secara berulang yang tidak sesuai engan kenyataan.
Kebesaran : Klien mempunyai keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuannya yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.
Curiga : Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau sekelompok yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai kenyataan.
  • Nihilstik : Klienyakin bahwa dirinya sudah tidak ada didunia/meninggal yang dinyatakan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan.
  • Waham yang Bizar :
Sisip Pikir : Klien yakin ada ide pikiran orang lain yang disisipkan didalam pikiran yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai kenyataan.
Siar Pikir : Klien yakin bahwa orang lain tahu apa yang dia pikirkan walaupun dia tidak menyatakan kepada orang tersebut yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai kenyataan.
Kontrol Pikir : Klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar.

C. TINGKAT KESADARAN

1. Kesadaran Menurun
  • Apatis : Mulai mengantuk, acuh terhadap rangsangan, perlu rangsang lebih kuat untuk menarik perhatian.
  • Somnolen : Sudah mengantuk dan rangsang lebih keras lagi untuk menarik perhatian’
  • Sopor : Hanya berespon engan rangsang yang keras, ingatan, orientasi, pertimbangan hilang.
  • Koma/subkoma :tidak berespon terhadap rangsang nyeri sama sekali.
2. Kesadaran Meninggi
  • Adalah keadaan denganrespon meninggi terhadap rangsangan.
3. Hipnosa
  • Adalah kesadaran sengaja dirubah menurun/menyempit, hanya terima rangsang dari sumber tertentu melalui sugesti, akhirnya timbul amnesia.
4. Disosiasi
  • Trans : Kesadaran tanpa reaksi yang jelas terhadap lingkungan, biasanya mulai mendadak, bengong, melamun missal kuda kepang, upacara adat.
  • Senjakala Histerik : Kehilangan ingatan atas dasar psikologik, terjadi pada waktu tertentu dan biasanya selektif.
  • Fugue : Periode penurunan kesadaran dengan pelarian secara fisik dari keadaan yang banyak menimbulkan stress, tetapi mempertahankan kebiasaan/keterampilan.
  • Serangan Histerik : Penampilan emosional yang jelas dengan unsure tarik perhatian dan kelihatannya tidak ada kontak dengan lingkungan.
5. Kesadaran Berubah
  • Kesadaran berubah : Tidak normal, tidak menurun, bukan disosiasi, tapi kemampuan mengadakan hubungan dan pembatasan dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada taraf tidak sesuai dengan kenyataan.
  • Gangguan perhatian : Tidak mampu memusatkan perhatian pada satu hal, lamanya pusat perhatian berkurang, daya konsentrasi terganggu.
6. Gangguan Ingatan
  • Amnesia : Tidak mampu mengingat pengalaman, sebagian atau total, secara retrograde/anterograde.
  • Paramnesia : Ingatan yang keliru karena distorsi pemanggilan kembali:
  • Dejavu : seperti pernah melihat/mengalami sesuatu padahal tidak.
  • Jamaisvu : seperti belum pernah melihat/mengalami sesuatu, sebenarnya sudah.
  • Fausse reconnaissance : pengenalan kembali yang keliru, merasa benar padahal keliru.
  • Konfabulasi : Secara tidak sadar mengisi lubang-lubang dalam ingatannya dengan cerita yang tidak sesuai dengan kenyataan akan tetapi dipercayai.
  • Hipermnesia : penahanan dalam ingatan dan pemanggilan kembali yang berlebihan.
  • Sedasi : mengatakan merasa melayang-layang antara sadar/tidak.
  • Stupor : gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan-gerakan yang diulang, anggota tubuh klien dpt dikatakan dalam sikap canggung dan dipertahankan klien, tetapi mengerti semua yang terjadi dilingkungan.
D. MEMORI
  1. Gangguan daya ingat jangka panjang : tidak dapat mengingat kejadian yang terjadi lebih dari satu bulan
  2. Gangguan daya ingat jangka pendek : tidak dapat mengingat kejadian yang terjadi dalam minggu terakhir.
  3. Gangguan daya ingat saat ini : tidak dapat mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
  4. Konfabulasi : pembicaraan yang tidak sesuai engan kenyataan dengan memasukkan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya ingatnya.
E. Tingkat konsentrasi berhitung
  1. Mudah dialihkan : Perhatian klien mudah berganti dari satu objek ke objek lainnya.
  2. Tidak mampu berkonsentrasi : Klien selalu minta agar pertanyaan diulang/tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan.
  3. Tidak mampu berhitung : Tidak dapat melakukan penambahan/pengurangan pada benda-benda nyata.
F. Kemampuan Penilaian
  1. Gangguan kemampuan penilaian ringan : dapat mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan orang lain.
  2. Gangguan kemampuan penilaian bermakna : tidak mampu mengambil keputusan walupun dibantu orang lain.
G. Daya tilik diri
  1. Mengingkari penyakit yang diderita : tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik, emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu pertolongan.
  2. Menyalahkan hal-hal di luar dirinya : menyalahkan orang lain/lingkungan yang menyebabkan kondisi saat orang lain/lingkungan yang menyebabkan kondisi saat ini.

Kamis, 09 Februari 2012

ASKEP JIWA DG RPK


ASKEP DGN RESIKO PRILAKU KEKERASAN
By : IVAN VLA
1.Pengertian
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993). Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et al, 1995). Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah (Berkowitz, 1993)
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996)
Ekspresi marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan. Oleh karena itu marah sering diekspresikan secara tidak langsung.
Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 : “Marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat”.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.
2.Penyebab
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
2.1. Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2.2Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
3.3Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.
3.Rentang respons marah
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997, hal 6).
3.1.Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
3.2.Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3.3.Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
3.4.Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
3.5.Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
4.Proses Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.
Berikut ini digambarkan proses kemarahan :
(Beck, Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996, hal 8)
Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.
5.Gejala marah
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa.
Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah ;
5.1Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.
5.2Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
5.3Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar.
6.Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
6.1Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
6.2Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
6.3Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
6.4Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
7.Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998, hal 83)
7.1.Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
7.2.Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
7.3.Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
7.4.Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
7.5.Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
Konsep dasar asuhan keperawatan
Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah.
Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut : (Keliat, dkk, 1996)
1.Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, dan perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.
1.1.Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
1.1.1.Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
1.1.2.Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
1.1.3.Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
1.1.4.Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
1.1.5.Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :
Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
1.2.Klasifiaksi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
1.3.Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Perilaku kekerasan
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2.Diagnosa keperawatan
“Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai proses kehidupan”. (Carpenito, 1995).
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
2.1Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
2.2Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
3.Rencana tindakan keperawatan/intervensi
Perencanaan tindakan keperawatan adalah merupakan suatu pedoman bagi perawat dalam melakukan intervensi yang tepat.
Pada karya tulis ini akan diuraikan rencana tindakan keperawatan pada diagnosa :
3.1Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3.Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
4.Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.
5.Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
6.Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.
7.Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.
8.Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
9.Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Tindakan keperawatan :
1.1Bina hubungan saling percaya.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.1Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
2.2Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir penyelesaian persoalan.
3.1Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
3.2Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.
3.3Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.
4.1Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.
4.2Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.
4.3Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan masalahnya.
5.1Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.
5.2Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.
6.1Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.
6.2Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan harga diri klien.
6.3Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
a.Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b.Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.
c.Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
d.Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan klien.
7.1Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.
Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
7.2Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.
7.3Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.
7.4Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
7.5Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.
8.1Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada klien.
8.2Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam perubahan perilaku klien.
8.3Jelaskan cara-cara merawat klien.
Terkait dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara konstruktif.
Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
Bantu keluarga mengenal penyebab marah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat klien secara bersama.
8.4Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga menggunakan cara yang dianjurkan.
8.5Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi.
Rasional : mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.
9.1Jelaskan pada klien dan keluarga jenis-jenis obat yang diminum klien seperti : CPZ, haloperidol, Artame.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan keluarga tentang obat dan fungsinya.
9.2Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
Rasional : memberikan informasi pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
3.2Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain :
Tujuan khusus :
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang dimiliki.
3.Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
4.Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
5.Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
6.Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan keperawatan :
1.1Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.
2.1Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.
2.2Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien dalam hidupnya.
2.3Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
3.1Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.
3.2Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.
3.3Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.
4.1Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki.
4.2Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.
4.3Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.
4.4Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.
Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.
5.1Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.
5.2Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
5.3Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.
6.1Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarg a dalam merawat klien secara bersama.
6.2Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Rasional : meningkatkan peran serta keluarga dalam membantu klien meningkatkan harga diri rendah.
6.3Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Rasional : memotivasi keluarga untuk merawat klien.

Sumber:
1.Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
2.Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
3.Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
4.Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta.
5.Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran EGC ; Jakarta.
6.Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
7.Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.
8.Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
9.Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran, EGC ; Jakarta.
10.WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.

Rabu, 08 Februari 2012

ASKEP BBL NORMAL


LAPORAN PENDAHULUAN
BAYI BARU LAHIR NORMAL

1.      Fisiologi Neonatus.
Fisiologi neonatus ialah ilmu yang mempelajari fungsi dan proses vital neonatus, yaitu satu organisme yang sedang tumbuh, yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan ekstra uteri, tiga faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi yaitu maturasi, adaptasi dan toleransi.
1)      Respirasi Neonatus.
Selama dalam uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran gas harus melalui paru bayi. Sebelum terjadi pernafasan, neonatus dapat mempertahankan hidupnya dalam keadaan anoksia lebih lama karena ada kelanjutan metabolisme anaerob. Rangsangan untuk gerakan pernafasan pertama ialah tekanan mekanis dari toraks sewaktu melalui jalan lahir. Penurunan PaO2 dan kenaikan PaCO2 merangsang kemoreseptor terletak disinus karotikus, rangsangan dingin di daerah muka dapat merangsang permulaan gerakan pernafasan. Refleks deflasi, hering breus, selama ekspirasi, setelah inspirasi dengan tekanan positif, terlihat suatu inspiratory gasp. Respirasi pada masa demalus terutama diafragmatik dan abdominal dengan biasanya masih tidak teratur dalam hal frekuensi dan dalamnya pernafasan, setelah paru berfungsi, pertukaran gas dalam paru sama dengan pada orang dewasa, tetapi oleh karena bronchiolus relatif kecil, mudah terajadi air tropping.

2)      Jantung Dan Sirkulasi.
Pada masa fetus darah plasenta melalui vena umbilikalis sebagian ke hati, sebagian langsung ke serambi kiri jantung kemudian ke bilik kiri jangtung, dari bilik darah dipompa melalui aorta ke seluruh tubuh. Dari bilik kanan darah dipompa sebagian ke paru dan sebagian melalui duktus arteriosus aorta. Setelah bayi lahir paru akan berkembang mengakibatkan menutupnya foramen ovale secara fungsional, hal ini terjadi pada jam-jam pertama, setelah kelahiran. Tekanan darah pada waktu lahir dipengaruhi oleh sejumlah darah yang melalui transfusi plasenta dan pada jam-jam pertama sedikit menurun, untuk kemudian naik lagi dan menjadi konstan kira-kira 85/40 mmHg.

3)      Traktus Digestivus.
Traktus digestivus pada neonatus relatif lebih berat dan panjang dibandingkan orang dewasa. Pada neonatus traktus digestivus mengandung zat yang berwarna hitam kehijauan yang terdiri dari mukopolisakarida dan disebut mekonium. Pengeluaran mekonium biasanya dalam 10 jam pertama. Dan dalam 4 hari biasanya tinja sudah berbentuk dan berwarna biasa. Enzim traktus digestivus biasanya sudah terdapat pada neonatus kecuali amilase pankreas, aktifitas lipase telah ditemukan pada fetus 7 – 8 bulan.

4)      Hati Dan Metabolisme.
Segera setelah lahir hati menunjukan perubahan biokimia dan morfologis, yaitu kenalkan kadar protein dan penurunan kadar lemak dan glikogen. Sel hemopoetik juga mulai berkurang walaupun memakan waktu agak lama. Luas permukaan neonatus terlahir lebih besar daripada orang dewasa, sehingg metabolisme basal per kg BB lebih besar, pada jam pertama energi didapatkan dari pembakaran karbohidrat. Pada hari kedua energi berasal dari pembakaran lemak, setelah mendapatkan susu lebih kurang pada hari keenam, energi 60 % didapatkan dari lemak dan 40 % dari karbohidrat.

5)      Produksi Panas.
Bila suhu sekitar turun, ada 3 cara tubuh untuk meninggikan suhu, yaitu: aktifitas otot, shivering, non shivering thermogenesis (NST). Pada neonatus cara untuk meninggikan suhu terutama dengan NST, yaitu dengan pembakaran ‘ Brown Fat ‘ yang memberikan lebih banyak energi per gram dari pada lemak biasa.
6)      Keseimbangan Air Dan Fungsi Ginjal.
Tubuh bayi baru lahir mengandung relatif banyak air dan kadar natrium relatif lebih besar daripada kalium. Hal ini menandakan bahwa ruangan ekstraselular luas. Fungsi ginjal belum sempurna karena jumlah nefron matur belum sebanyak orang dewasa, ada ketidakseimbangan antara luas permukaan glomerolus dan volume tubulus proksimal ‘ Renal Blood Flow ‘ pada neonatus relatif kurang bila dibandingkan dengan orang dewasa.

7)      Kelenjar Endokrin.
Selama dalam uterus fetus mendapatkan hormon dari ibu, pada waktu bayi baru lahir kadang-kadang hormon tersebut masih berfungsi. Misalnya dapat dilihat pembesaran kelenjaran air susu pada bayi laki-laki ataupun perempuan. Kadang-kadang dapat dilihat ‘ With Drawal ‘  misalnya pengeluaran darah dari vagina yang menyerupai haid pada bayi perempuan, kelenjar tyroid sudah sempurna terbentuk sewaktu lahir dan sudah mulai berfungsi sejak beberapa hari sebelum lahir.

8)      Susunan Saraf Pusat.
Sewaktu lahir fungsi motorik terutama ialah subkortikol. Setelah lahir jumlah cairan otak berkurang sedangkan lemak dan protein bertambah.

9)      Imunoglobulin.
Pada neonatus tidak terdapat sel plasma pada sum-sum tulang dan lamina proprianeum dan apendiks plasenta merupakan sawar sehingga fetus bebas dari antigen dan stress imunologis. Pada bayi baru lahir hanya terdapat globulin gamma G, yaitu imunologi dari ibu yang dapat melalui plasenta karena berat molekulnya kecil, tetapi bila ada infeksi yang dapat melalui plasenta seperti illeus,taksoplasma, herpes simpleks dan penyakit virus lainnya, reaksi imunologi dapat terjadi dengan pembentukan sel plasma dan anti body gamma A, gamma G, gamma M, imunologi dalam kolostrum berguna sebagai proteksi lokal dalam traktus digestivus, misalnya terhadap beberapa strain E. Colli.

2.      Pemeriksaan Fisik Neonatus.
Tujuan pemeriksaan fisik neonatus segera setelah lahir ialah untuk menemukan kelainan yang segera memerlukan pertolongan dan sehingga dasar untuk pemeriksaan selanjutnya. Sebelum memeriksa neonatus sebaiknya pemeriksaan mengetahui riwayat kehamilan dan persalinan.
1)      Keadaan Umum.
a)      Keaktifan.
Bila bayi diam, mungkin bayi sedang tidur nyeyak atau mungkin pula ada defresi susunan saraf pusat karena obat atau karena sesuatu penyakit. Bila bayi bergerak aktif dipertahankan apakah pergerakan itu simetris atau tidak. Keadaan yang asimetris dapat dilihat misalnya pada keadaan patah tulang, kerusakan saraf,leukosia dsb.
b)      Keadaan Gizi
Dapat dinilai dari berat badan, panjang badan, dan kerut pada kulit, ketegangan kulit hati-hati terhadap edema, karena dapat disangka gizi baik.
c)      Rupa.
Kelainan kongenital tertentu sering sudah dapat dilihat pada rupa neonatus. Misal sindrom down, kretinisme, agenesis ginjal bilateral dsb.
d)     Posisi.
Sering bergantung pada letak presentase janin intravena. Posisi yang biasa ialah dalam keadaan fleksi tungkai dan lengan.
e)      Kulit.
Normal warna kulit ialah kemerah-merahan, dilapis oleh verniks caseosa yang melindungi kulit bayi dan terdiri dari campuran air dan mineral dan mengandung sebum lainnya. Sel peridermal dan debis lain. Warna kulit menggambarkan beberapa keadaan misalnya warna pucat terdapat anemia, renjatan, warna kuning terdapat pada inkompatibilitas antara darah ibu dan bayi, sepsis. Warna biru ditemukan pada aspiksia livida. Kelainan jantung kongenital dengan pirau dari kanan dan kiri.
2)      Kepala Dan Leher.
Tulang kepala sering menunjukan “moulage” yaitu tulang parietal biasanya berhimpitan dengan tulang oksipitas dan frontal, sehingga mengukur lingkaran kepala sebaiknya ditunggu setelah “moulage” itu hilang, lingkaran kepala besar ialah melalui glabela dan oksipitalis biasanya antara 33 – 38 cm. Perhatikan juga kaput suksdanium,perdarahan, subaponeurotik, hematoma cepal.
BAYI BARU LAHIR NORMAL


1.      Pengertian.
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada umur 36 minggu sampai 42 minggu dengan berat badan lahir 2500 – 4000 gram.

2.      Spesifikasi Bayi Baru Lahir Normal.
1)      Initial ukuran dan vital sign.
Panjang      : Ukuran bokong 31 – 55, kepala sampai tumit 48 – 53 cm.
Berat          : 2500 – 4000gram.
Suhu           : Ketiak = 36,5 – 37 ‘C.
Rektum = 35,5 – 37,5 ‘C.
Denyut Jantung : 110 – 160 x/m.
Respirasi    : 40 – 60 x/m.
2)      Kulit.
Kelihatan lembut, halus, hampir transparan, elastis, bermukan merah, vernik caseosa dan lanuno sedikit.
3)      Kepala.
Kepala fleksi ke dada, tengkorak bertingkat, lembut, fontanella mayor 3 – 6 cm, fontanella minor 1 – 2 cm.
4)      Leher.
Pendek dan lurus, bayi yang tiarap dapat menahan leher, dengan memutar kepala dengan satu sisi lainnya, bayi yang dalam posisi duduk memperlihatkan kemampuan sementara waktu untuk menegakkan kepala. Lingkar kepala             OB = 35 cm, OS = 34 cm, OK = 32 cm.
5)      Mata.
Pupil berbentuk bulat, respon terhadap cahaya langsung bereaksi.
6)      Telinga.
Respon terhadap suara nyaring dengan terkejut, membran timpani terlihat suram.


7)      Hidung, tenggorokan, dan mulut.
Bayi bernafas dengan hidung, dapat bersin dan menangis dengan kuat, lidah terletak digaris tengah mulut, palatum lengkap, refleks isap baik.
8)      Dada dan paru.
Lingkar dada 30,5 – 33 cm, diameter anterior posterior dan lateral adalah sama, ujung xipoie anterior menonjol pada puncak dari sudut iga, pernafasan perut        40 – 60 x/m. sebentar lambat dangkal atau dalam dan cepat dengan periode apneu 6 – 15 detik, suara nafas jelas, nyaring, bronchovesikuler dan hipersonan, terkadang payudara mengeluarkan sekret.
9)      Punggung dan ekstrimitas.
Tangan dan kaki mempunyai ukuran, bentuk dan letak yang simetris, tubuh fleksi dan kedua tangan menggenggam, tulang belakang lurus saat berbaring dan menapak pada posisi berbaring telungkup “seperti huruf C” punggung stabil dan tidak terjadi dislokasi, tonus otot baik terutama ketahanan terhadap posisi fleksi yang berlawanan dan rentang penuh sendi utama.
10)  Jantung.
Mengikuti kecendrungan pernafasan, denyut jantung 110 – 160 x/m, bunyi jantung jelas dan teratur, frekuensi tidak teratur, PMI mungkin terlihat dari interkosta ke 4 kiri dan garis midklavikula, S1 lebih nyaring, S2 pada puncak dan S2 lebih nyaring dari S1 di daerah pulmonal.
11)  Perut.
Lunak dengan bentuk silinder, menonjol, pada permukaan perut terlihat permukaan vena, ujung umbilikal kering dan agak gelap, liver teraba kenyal, ujung tajam / halus, 1 – 2 cm dibawah kosta iga kanan, ujung lien sepanjang pinggir dari sudut kuadran kiri atas, ginjal bisa dipalpasi dalam dengan menekan sekitar 1 – 2 cm diatas umbilikal.
12)  Genetalia wanita dan pria.
Labia mayora menutup labia minora, klitoris sudah agak tetutup. Pada pria glans plenis ditutupi oleh kulit dimana terdapat saluran uretra, tertis sudah dalam skrotum, urin terlihat jernih.
13)  Rektum.
Anus ada, mekonium ada, refleks anus jelas.
3.      Perawatan Bayi Baru Lahir.
1)      Pencegahan hipotermia.
        Kurangi / hilangkan sumber-sumber kehilangan panas pada bayi.
        Pantau suhu bayi.
2)      Pemenuhan nutrisi.
        Rawat gabung dan ASI ekslusif yang adekuat.
3)      Pencegahan aspirasi.
        Tehnik menyusui yang baik.
        Bersihkan sekresi dari mulut dan tenggorokan.
        Ebservasi vital sign dan keadaan umum.
4)      Pencegahan infeksi.
        Perawatan yang steril.
        Personal hygent.



















ASUHAN KEPERAWATAN
BAYI BARU LAHIR

1.      Biodata.
1)      Identitas bayi.
2)      Identitas orang tua.

2.      Riwayat Kesehatan.
1)      Riwayat penyakit sekarang.
Cara lahir, apgar score, cara lahir, kesadaran.
2)      Riwayat perinatal.
Lama kehamilan, penyakit yang menyertai kehamilan.
3)      Riwayat persalinan.
Cara persalinan, trauma persalinan.

3.      Pemeriksaan Fisik.
1)      Keadaan umum.
        Kesadaran.
        Vital sign.
        Antropometri.
2)      Kepala.
Apakah ada trauma persalinan, adanya caput, chepal hematom, tanda forcep.
3)      Mata.
Apakah ada katarak, neonatal, btenorhoe.
4)      Sistem gastrointestinal.
Apakah palatum keras dan lunak, apakah bayi menolak untuk disusui, muntah / distensi abdomen, stomatitis, BAB.
5)      Sistem pernafasan.
Apakah ada kesulitan bernafas, takipneu, bradipneu, teratur / tidak, bunyi nafas
6)      Tali pusat.
Periksa apakah ada pendarahan, tanda infeksi, keadaan dan jumlah pembuluh darah ( 2 arteri, 1 vena ).
7)      Sistem genitourinaria.
Apakah hipospadia, epispadia, testis, BAK,
8)      Ekstrimitas.
Cacat bawaan, kelainan bentuk, jumlah, bengkak, posisi / postur normal / abnormal.
9)      Sistem muskuluskletal.
Tonus otot, kekuatan otot, kaku ?, lemah ?, asimetris.
10)  Kulit
Pustula, abrasi, ruam ptekie.

4.      Pemeriksaan Fisik.
1)      Apgar Score.
2)      Frekuensi kardiovaskuler.
Apakah takikardi, bradikardi / normal.
3)      Sistem neurologis.
Refleks moro = tidak ada, asimetris / hiperaktif.
4)      Refleks mengisap = kuat / lemah.
Refleks menjejak = baik / buruk.
Koordinasi refleks menghisap dan menelan.

5.      Pemeriksaan Laboratorium.
1)      Sampel darah tali pusat.
2)      Jenis ketonuria.
3)      Hematokrit.

6.      Diagnosa Keperawatan.
1)      Resiko hipotermi b.d transisi lingkungan ekstra uterus.
2)      Resiko infeksi b.d sistem imun yang belum sempurna, peningkatan kerentanan bayi.
3)      Resiko terhadap aspirasi.


7.      Tujuan Dan Kriteria.
1)      Hipotermi tidak terjadi dengan kriteria:
        Suhu 36,5 ‘C – 37,2 ‘C.
        Tubuh kemerahan, tidak pucat.
2)      Infeksi tidak terjadi dengan kriteria:
        Tidak ada tanda-tanda infeksi pada mata, kulit dan tali pusat.
        Bayi bebas dari proses infeksi nosokomial
3)      Aspirasi tidak terjadi dengan kriteria:
        Pernafasan normal.
        Sianosis (-).

8.      Intervensi Keperawatan.
1)      Diagnosa I.
        Kurangi / hilangkan sumber-sumber kehilangan panas pada bayi.
        Pantau suhu bayi tiap hari.
        Ajarkan keluarga tanda-tanda hipotermi, dingin, pucat.
2)      Diagnosa II.
        Lakukan semua tindakan perawatan dengan steril anti septik.
        Observasi mata setiap hari, bersihkan dengan air steril / garam fisiologis.
        Pertahankan kulit terutama lipatan-lipatan selalu bersih dan kering.
        Observasi talu pusat dan identifikasi peradangan.
        Jaga personal hygent bayi.
        Minimalkan perawatan tinggal di RS.
        Ajarkan keluarga mengenal penyebab, resiko, tanda dan cara pencegahan, infeksi.
3)      Diagnosa III.
        Bersihkan sekresi dari mulut dan tenggorokan dengan tissue penghisap secara perlahan.
        Ajarkan tehnik menyusui yang benar.
        Observasi vital sign dan keadaan umum.


9.      Daftar Pustaka.
Pusdiknakes.1995. Asuhan Keperawatan Anak Dalam Konteks Keluarga.DepKesRI; Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta; EGC




























PENGKAJIAN

1.      Identitas Data.
a)      Identitas Bayi.
Nama                                   : By. R.
Jenis Kelamin                       : Perempuan.
No RMK                              : 51 55 69.
Anak Ke                              : 2
b)   Identitas Orang Tua.

Nama ibu          : Ny. R.
Umur                 : 35 th.
Alamat              : Jl. Rantauan.
Pendidikan        : SPd.
Pekerjaan          : Guru SMP.
Agama              : Islam.
Nama ayah      : Tn. A.
Umur                 : 36 th.
Alamat              : Jl. Rantauan.
Pendidikan        : S1 Biologi.
Pekerjaan          : Guru SMU.
Agama              : Islam.


2.      Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran.
1)      Pre Natal.
Ibu klien mengatakan memeriksakan kehamilan ( ANC ) sebanyak 3 kali di puskesmas ( bulan ke 2, 6, 8 ) ibu mendapatkan imunisasi TT. Tidak ada keluhan atau penyakit yang dirasakan ibu.
2)      Intra Natal.
Klien lahir tanggal 05 februari 2004 jam 00.10 dan masa gestasi 42 minggu, status gestasi G2 P2 A0, klien dilahirkan secara spontan dengan posisi belakang kepala yang ditolong oleh bidan Ety N di RSUD Ulin Banjarmasin.
3)      Post Natal.
Keadaan umum saat lahir = bayi tidak langsung menangis, gerak kurang aktif, kulit kemerahan, ekstrimitas kebiruan dan nilai apgar 5 – 6 – 8 , jenis kelamin wanita, BB = 4100 gram, PB = 52 cm.



3.      Genogram.











 






Keterangan:
= Laki-laki.
= Perempuan.
= Klien.



4.      Kebutuhan Dasar.
1)      Status hidrasi dan nutrisi.
Masukan cairan melalui ASI on demand. Refleks hisap menelan bayi baik.
2)      Istirahat dan tidur.
Bayi tampak sering mengantuk dan tidur lelap.
3)      Personal hygent.
Mandi 2 x/hr, kasa penutup tali pusat selalu diganti setelah mandi.
4)      Eliminasi.
Pengeluaran urin dan mekonium ( + ).

5.      Pemeriksaan Fisik.
1)      Keadaan Umum.
Kesadaran compos mentis, TTV: TD : -, HR: 154 x/m, R: 45 x/m, S: 36,8’C.
Pemeriksaan antropometri:
BB: 4100 gram.           Lingkar kepala: OB: 41, OS: 37, OK: 31.
PB: 52 cm.
Lingkar dada: 35 cm.

2)      Kulit.
Warna kulit kemerahan, turgor kulit baik (kulit kembali kurang dari 3 dtk setelah dicubit), capilary repailling time (CRT) kurang dari 3 dtk, vernik caseosa sudah dibersihkan, warna kulit tidak joundis dan sianosis, suhu kulit 36,8 ‘C.
3)      Kepala dan Leher.
Tidak terdapat caput dan chepal hematom, tidak terdapat mikrosepal dan hidrosepalus, tidak terdapat moulage, lingkar kepala OB: 41, OS: 37, OK: 31.
Bentuk kepala dan leher normal.
4)      Mata.
Posisi kedua mata simetris, sekret tidak ada, sklera tidak ikterik, reaksi pupil mengecil terhadap cahaya, konjunctiva tidak anemis, tidak ada strabismus.
5)      Hidung.
Tampak simetris, tidak terlihat sekret dan polip, tidak tampak peradangan dan pendarahan hidung.
6)      Telinga.
Struktur telinga kanan dan kiri simetris, tidak terlihat adanya peradangan dan pendarahan dalam telinga , kebersihan telinga baik.
7)      Mulut.
Warna mukosa mulut tampak merah, warna bibir merah, refleks hisap baik, refleks menelan baik, tidak tampak peradangan dan pendarahan pada gusi.
8)      Dada, pernafasan dan sirkulasi.
Frekuensi nafas 45 x/m, pergerakan diding dada tampak simetris, irama pernafasan teratur, tipe pernafasan dada dan perut, tidak ada batuk produktif, tidak terpasang oksigen, frekuensi nadi = 154 x/m.
9)      Abdomen.
Tali pusat terbungkus kasa steril, tidak ada asites pada abdomen, dan tidak teraba pembesaran hati.
10)  Genetalia.
Jenis kelamin perempuan, tidak ada kelainan bentuk vagina, pengeluaran urin dan mekonium ( + ).


11)  Ekstrimitas.
Ekstrimitas atas dan bawah tampak simetris, refleks moro ( + ), rooting ( + ), graffs ( + ), tonus leher ( + ), sucking ( + ), staffing ( + ), babinski ( + ), tidak ada fraktur, gerak aktif.




























ANALISA DATA



No

Data
Masalah
Etiologi
1.
















2.

DS :
-
DO:
        Kesadaran compos mentis.
        TTV: TD: -                  S: 36,8 ‘C.
HR: 154 x/m.    R: 45 x/m.
        Antropometri:
BB: 4100 gram
PB: 52 cm.
Lingkar dada: 35 cm.
Lingkar kepala: OB: 41, OS: 37, OK: 31
        Masa gestasi 42 minggu.
        Bayi menangis kuat, gerak aktif.
        Warna kulit kemerahan.
        Apgar score 5 – 6 – 8.
        Refleks moro (+), hisap (+), rooting (+)

DS :
-
DO:
        Kesadaran compos mentis.
        TTV: TD: -                  S: 36,8 ‘C.
HR: 154 x/m.    R: 45 x/m.
        Antropometri:
BB: 4100 gram
PB: 52 cm.
Lingkar dada: 35 cm.
Lingkar kepala: OB: 41, OS: 37, OK: 31
        Pada tali pusat tidak ada kemerahan, bengkak, nyeri, demam dan gangguan fungsi lokal.
        Warna kulit kemerahan.
        Apgar score 5 – 6 – 8.
        Refleks moro (+), hisap (+), rooting (+)
        Keadaan tali pusat tampak basah dan berwarna putih segar.
        Tidak ada tanda-tanda infeksi pada tali pusat ( bau, pus, panas, kemerahan ).
        Tidak ada pendarahan
        Tali pusat terbungkus kasa
Resiko hipotermi















Resiko infeksi tali pusat





Regulasi suhu tubuh tak efektif sekunder terhadap usia













Peningkatan kerentanan bayi sekunder terhadap luka terbuka (umbilikus)

























PROSES KEPERAWATAN


No
Dx
Perencanaan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.









































2.
I









































II
Resiko tinggi hipotermi tidak terjadi dalam 3 hari perawatan.
Kriteria evaluasi:
1)      Suhu tubuh bayi dalam batas normal         ( 36,5 ‘C – 37,5 ‘C )
2)      Tidak terdapat tanda-tanda hipotermi (stress, dingin) seperti pucat, tremor, kulit dingin, letargi dll









Resiko tinggi infeksi tidak terjadi dalam 3 hari perawatan
Kriteria evaluasi:
1)      Suhu tubuh bayi dalam batas normal ( 36,5 ‘C – 37,5 ‘C ).
2)      Tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada tali pusat ( eksudat, bau, pendarahan, basah, pus dll )
1)      Ukur suhu tubuh bayi baru lahir.
2)      Observasi tanda-tanda hipotermi ( stress, dingin ) seperti pucat, tremor, kulit dingin, letargi dll.
3)      Berikan cairan oral dini pada bayi ASI on demand dan susu.
4)      Pertahankan suhu tubuh bayi dari pernafasan lingkungan.
        Mandikan bayi setelah 6 jam pertama dengan air hangat dan tidak terlalu lama, keringkan segera.
        Olesi badan bayi dengan minyak telon.
        Beri pakaian hangat ( bahu –popok ).
        Selimuti (bedong) bayi dengan selimut hangat dan pasang kelambu pada ranjang.
        Letakkan keranjang bayi dilingkungan yang hangat tidak ber AC.
5)      Menjaga lingkungan sekitar dan tubuh bayi agar tetap kering.
        Mengganti kain popok yang basah oleh urin dan mekonium sesegera mungkin.
Membersihkan pantat, genetalia, lipatan paha dan mengeringkan nya kemudian ditaburi b


No

Dx
Implementasi
Evaluasi
1.
















2.
I
















II
Kamis, 05 februari 2004. (Pukul 11.00 WITA)
1)      Mengukur TTV:
R: 45 x/m.
N: 154 x/m.
S: 36,8 ‘C.
2)      Mengukur Antropometri.
BB: 4100 gram.          OB: 41 cm.
PB: 52 cm.                  OS: 37 cm.
LD: 35 cm.                  OK: 31 cm.
3)      Membedong bayi.






Kamis, 05 februari 2004. (Pukul 11.00 WITA)
1)      Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan dan memegang bayi.
2)      Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada tali pusat bayi.
S   :
      -
O  :
        Pasien tampak merah pada wajah dan tubuhnya.
A  :
      Masalah resiko hipotermi teratasi sebagian.
P   :
      Intervensi diteruskan:
1)      Observasi TTV terutama suhu tubuh.
2)      Beri pakaian hangat / tebal (dibedong).
3)      Ganti pakaian jika pakaian basah.

S   :
      -
O  :
      Tidak tampak tanda-tanda infeksi (pus, bau, basah, pendarahan dan panas).
      Tali pusat tampak terbungkus kasa steril.
A  :
      Masalah resiko infeksi teratasi sebagian.
P   :
      Intervensi diteruskan:
1)      Ganti balutan tali pusat 2 x/hr sesudah mandi.
2)      Jaga kebersihan.
3)      Lakukan tehnik septik dan anti septik.

        edak

1)      Cuci tangan sebelum memasuki ruang perawatan bayi dan ingin memegang bayi.
2)      Rawat tali pusat dengan bahan anti septik.
3)      Ganti balutan tali pusat 2 x/hr.
4)      Observasi tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
5)      Jaga kebersihan lingkungan sekitar bayi.
6)      Pertahankan pemasukan ASI on demand.
7)      Pelihara peralatan individual dari bahan-bahan persediaan untuk bayi.
8)      Anjurkan menghindari kontak dengan anggota keluarga atau pengunjung yang mengalami infeksi atau pain terpajan dari proses infeksi
1)      Mendeteksi penyimpangan suhu tubuh dari rentang normal dan suhu tubuh bayi baru lahir biasanya berfluktuasi dengan cepat sesuai perubahan suhu lingkungan.
2)      Hipotermi mengakibatkan peningkatan laju penggunaan O2 dan distres pernafasan. Pendinginan juga mengakibatkan vasokonstriksi perifer ini terlihat kulit menjadi pucat.
3)      Setiap peningkatan 1 ‘C suhu tubuh metabolisme dan kebutuhan cairan meningkat kira-kira 10 %, kegagalan menggantikan kehilangan cairan selanjutnya memperberat status hidrasi.
4)      Membantu mengurangi kehilangan panas melalui evaporasi dan konveksi serta membatasi stress, akibat perpindahan lingkungan dari intrauterus ke ekstruterus.
5)      Mencegah kehilangan panas melalui konduksi, dimana panas tubuh dipindahkan dari kulit bayi baru lahir keobjek/ benda/permukaan yang lebih dingin dari pada kulit bayi


1)      Mencuci tangan yang benar adalah faktor tunggal yang paling penting dalam melindungi bayi dari infeksi dan meminimalkan introduksi bakteri dan penyebaran infeksi.
2)      Memelihara dan mempertahankan kebersihan area luka serta mencegah terjadinya infeksi.
3)      Mempertahankan balutan baru yang bersih guna menyerap cairan yang dikeluarkan oleh tali pusat dan mencegah masuknya mikroorganisme kedalam tali pusat.
4)      Mengetahui secara dini adanya kemungkinan terjadinya infeksi pada tali pusat.
5)      Membuat suasana/lingkungan tidak cocok dengan daur hidup bakteri.
6)      Kolostrom dan ASI mengandung sekretorius IgA dalam jumlah tinggi yang memberikan imunitas bentuk pasif serta makrofag dan limfosit yang membantu mengembangkan respons inflamasi lokal.
7)      Membantu mencegah kontaminasi silang terhadap bayi melalui kontak langsung atau infeksi.
8)      Karena neonatus lebih rentan bila dipajankan pada beberapa infeksi




















``